Golden Ticket

Golden Ticket

Wednesday, September 24, 2014

Pertemuan IV Sesi 1

Subyektivisme dan Obyektivisme
Hallo semua kembali lagi saya akan memposting materi blok filsafat yaitu subyektivisme dan obyektivisme.

Subyektivisme
Pertama-tama saya akan membahas tentang subyetivisme terlebih dahulu. Pengetahuan dipahami sbg keyakinan yang dianut oleh individu. Dari pangkal pandangan individu, pengetahuan dipahami sebagai seperangkat keyakinan khusus yang dianut oleh para individu. Pendukung pandangan ini adalah:
- Aristoteles, Plato, Rene Descartes
- Kaum Solipsisme (solo ipse)
- Kaum Realisme Epistemologis
- Kaum Idealisme Epistemologis

Ciri-ciri pendekatan subyektivisme
Ø  Menggagas pengetahuan sbg suatu keadaan mental yang khusus (semacam kepercayaan yang istimewa),misalnya sejarah, kepercayaan2 yg lain, dst.
Ø  Pengalaman subyektif (kokoh terjamin) sbg titik tolak pengetahuan dari data inderawi (intuisi) diri sendiri.
Ø  Prinsip subyektif tentang alasan cukup, karena pengalamanan bersifat personal, benar secara pasti dan meyakinkan karena berlaku sebagai pengetahuan langsung dari diri subyek.

Tokoh Subyektivisme
Tokoh yang mendukung subyektivisme adalah Rene Decartes. Cogito ergo sum cogitans: saya berpikir maka saya adalah pengada yang berpikir. Ketika Descartes berbicara mengenai “berpikir”, ia tidak bermaksud secara eksklusif pada penalaran saja, tetapi melihat, mendengar, merasa, senang atau sakit, kehendak (seluruh kegiatan sadar) masuk dalam kegiatan “berpikir”.

Realisme Epistemologis: berpendapat bahwa kesadaran menghubungkan saya dengan “apa yg lain” dari diri saya. Idealisme Epistemologis: berpendapat bahwa setiap tindakan mengetahui berakhir di dalam suatu ide, yang merupakan suatu peristiwa subyektif murni.
Banyak filsuf sesudah Descartes mengandaikan bahwa satu-satunya hal yang dapat kita ketahui dengan pasti adalah diri kita sendiri dan kegiatan sadar kita. Pengetahuan tentang diri sendiri merupakan pengetahuan langsung.

Descartes menolak skeptisme yang membawanya justru ke arah subyektivisme. Sikap dasar skeptisisme adalah kita tidak pernah tahu tentang apa pun. Menurut penganut skeptisisme mustahil manusia mencapai pengetahuan tentang sesuatu, atau paling kurang manusia tidak pernah merasa yakin apakah dirinya dapat mencapai pengetahuan tertentu. Skeptisisme meragu-ragukan kemungkinan bahwa manusia bisa mengetahui sesuatu karena tidak ada bukti yang cukup bahwa manusia  benar2 tahu tentang sesuatu.
Menurut Descartes bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa dapat saja secara langsung memunculkan data-data indra  dalam kesadaran kita tanpa harus ada “dunia luar” yang mendasarinya. Indera dapat memberikan pengetahuan tentang dunia fisik yang dapat dipercayai. Kebenaran bukan karena indera sendiri dapat diandalkan, tetapi hanya berdasarkan keyakinan Tuhan yang menciptakan indera pada manusia yang tidak mungkin menipu.

Apabila paham subyektivisme hanya mau dikatakan ttg pentingnya peran subyek atau sisi subyektivitas pengetahuan, maka paham ini masih dapat diterima. Apabila mengklaim bahwa sesungguhnya ada dan dapat diketahui dengan pasti itu hanyalah subyek dan gagasannya, sedangkan semuanya yang lain baik adanya maupun dapat diketahui perlu diragukan, maka paham subyektivisme tersebut tidak dapat diterima. Demikian juga paham bahwa semua jenis pengatahuan itu selalu bersifat subyektif atau tidak memiliki kebenaran obyektif, paham semacam itu dalam epistemogi pastas di tolak.



Obyektivisme
Suatu pandangan yang menekankan bahwa butir-butir pengetahuan manusia  dari soal yang sederhana sampai teori yang kompleks  mempunyai sifat dan ciri yang melampaui (di luar) keyakinan dan kesadaran individu (pengamat). Pengetahuan diperlakukan sebagai sesuatu yang berada diluar ketimbang di dalam pikiran manusia. Pendukung pandangan ini adalah Popper, Latatos dan Marx
Obyektivisme merupakan pandangan bahwa obyek yang kita persepsikan melalui perantara indera kita itu ada dan bebas dari kesadaran manusia. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya. Objektivisme diartikan sebagai pandangan yang menganggap bahwa segala sesuatu yang dipahami adalah tidak tergantung pada orang yang memahami.
Ada 3 pandangan dasar Objektivisme:
Ø  Kebenaran itu independen terlepas dari pandang subjektif,
Ø  Kebenaran itu datang dari bukti faktual,
Ø  Kebenaran hanya bisa didasari dari pengalaman inderawi.
Pandangan ini sangat dekat dengan positivisme dan empirisme.
Pengetahuan dalam pengertian Objektivis:
Ø  sepenuhnya independen dari klaim seseorang untuk mengetahuinya
Ø  Pengetahuan itu terlepas dari keyakinan seseorang atau kecenderungan untuk menyetujuinya atau memakainya untuk bertindak
Ø  Pengetahuan dalam pengertian obyektivis adalah “pengetahuan tanpa orang ia adalah pengetahuan tanpa diketahui subjek.” (Karl R. Popper)


Obyek-obyek memiliki kualitas-kualitas yang sama seperti yang disajikan kepada persepsi, sehingga tindakan persepsi tidak mengubah sedikit pun obyek.  Para filsuf Skolastik mengangap perlu untuk memperbaiki beberapa keyakinan harian kita, yaitu: meletakkan “kesalahan” pada indera, karena indera tidak pernah salah.
Untuk mempercayai kebenaran kesaksian inderawi, beberapa syarat harus dipenuhi:
Ø  Obyek harus sesuai dengan jenis indera kita. Warna-warna infra merah tidak cocok bagi indera kita.
Ø  Organ indera harus normal dan sehat. Misalnya buta, tuli, atau buta warna. Tidak dapat melakukan penginderaan secara obyektif.
Ø  Karena obyek ditangkap melalui medium, maka medium itu harus ada. Misalnya, warna akan ditangkat idera dengan tepat apabila di bawah sinar matahari dari pada di bawah sinar merah yang digunakan untuk mencetak foto.
Perlu mengingat pembedaan antara obyek khusus dan obyek umum.
Ø  Obyek khusus merupakan data yang ditangkap hanya oleh satu indera. Misalnya, warna, suara, bau.
Ø  Obyek umum merupakan data yang dapat ditangkap oleh lebih dari satu indera. Misalnya keluasan dan gerakan yang dapat dilhat dan diraba atau oleh indera lainnya.

                        

(sumber: Google, PPT Subyektivisme dan Obyektivisme)


No comments:

Post a Comment