Golden Ticket

Golden Ticket

Sunday, September 28, 2014

Pertemuan VI Sesi 1

Etika dan Moral
Haii semua kembali lagi dengan saya yang masih membahas salah satu materi di dalam blok filsafat yaitu etika dan moral. ETIKA berasal dari bahasa Yunani yaitu “ETHOS” yang memiliki arti kebiasaan. Istilah Moral dan Etika sering diperlakukan sebagai dua istilah yang sinonim. Hal-hal yang perlu diperhatikan adanya suatu nuansa dalam konsep dan pengertian moral dan etika, Moral/Moralitas biasanya dikaitkan dengan system nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia.
Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk :Petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik. Berbeda dengan moralitas, etika perlu dipahami sebagai sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Nilai adalah sesuatu yang berguna bagi seseorang atau kelompok orang dan karena itu orang atau kelompok itu selalu berusaha untuk mencapainya karena pencapaiannya sangat memberi makna kepada diri serta seluruh hidupnya. Norma adalah aturan atau kaidah dan perilaku dan tindakan manusia.
Sebagai cabang filsafat, Etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma-norma itu. Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujudnya dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok.
Etika memang pada akhirnya menghimbau orang untuk bertindak sesuai dengan moralitas, tetapi bukan karena tindakan itu diperintahkan oleh moralitas (nenek moyang, orang tua, guru), melainkan karena ia sendiri tahu bahwa hal itu memang baik baginya. Sadar secara kritis dan rasional bahwa ia memang sudah sepantasnya bertindak seperti itu.Etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan heteronom.Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu karena memang ada alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang kuat mengapa ia bertindak begitu atau begini.




Etika Deskriptif
Dalam etika deskriptif, etika membahas apa yang dipandangnya. Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas. Misalnya: adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu dan kebudayaan atau subkultur tertentu, atau dalam suatu periode sejarah.
Etika Normatif
Etika normatif tidak lagi berbicara tentang gejala-gejala, tetapi tentang apa yang seharusnya dilakukan. Dalam etika normatif, norma-norma dinilai dan sikap manusia ditentukan. Etika normatif berbicara mengenai pelbagai norma yang menuntun tingkah laku manusia. Etika normatif memberikan penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma. Etika normatif itu tidak deskriptif, tetapi preskriptif (artinya memerintahkan); tidak melukiskan melainkan menentukan benar-tidaknya tingkah laku atau anggapan-anggapan moral.
Etika Umum
Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip dasar yang beraku bagi segenap tindakan manusia.
Tema-tema yang menjadi penyelidikan etika umum:
Ø  Apakah norma etis itu? Jika ada banyak norma etis, bagaimana hubungannya satu sama lain?
Ø  Mengapa norma moral mengikat kita? Apakah nilai itu dan apakah kekhususan nilai moral?
Ø  Bagaimana hubungan tanggung jawab manusia dan kebebasannya? Dapatkah dipastikan bahwa manusia sungguh-sungguh bebas.
Ø  Apakah yang dimaksud dengan hak dan kewajiban? Bagaimana kaitannya satu sama lain?



Etika Khusus
Etika khusus membahas prinsip-prinsip moral dasar itu dalam hubungan dengan kewajiban manusia dalam pelbagai lingkup kehidupannya; atau, etika khusus menerapkan prinsip-prinsip dasar pada setiap bidang kehidupan manusia. Karena sifatnya “menerapkan”, etika khusus ini bisa juga dikatakan sebagai “etika terapan”.
Aliran dalam Etika
Eudemonisme (Yunani: eu+daimon artinya roh atau semangat yang baik) yaitu Pandangan aliran ini menekankan bahwa kebaikan tertinggi manusia terletak pada kebahagiaan atau situasi yang secara umum baik.
Hedonisme (Yunani : hedone artinya kenikmatan atau yang menyenangkan) yaitu Kebaikan manusia menurut kaum hedonis terletak dalam kenikmatan dan kesenangan yang menjadi tujuan hidup manusia. Aliran ini menganjurkan manusia untuk mencapai kebahagiaan yang didasarkan pada kenikmatan, kesenangan. Aliran hedonisme menyatakan bahwa kesenangan/ kebahagiaan adalah tujuan hidup manusia oleh karena itu reguklah kenikmatan selama masih bisa direguk. Padahal mereka lupa bahwa kegembiraan pikiran lebih tinggi daripada kenikmatan jasmani.
Egoisme: kesenangan dan kebaikan diri sendiri menjadi target usaha seseorang dan bukan kebaikan orang lain. Sebaliknya aliran yang menekankan dan melihat kesenangan atau kebahagiaan orang lain menjadi tujuan segala usaha manusia disebut: altruisme (Latin: alter= yang lain atau orang lain)
Utilitarianisme:  (Latin: uti, usus sum= menggunakan atau utilis= yang berguna). Ini merupakan bentuk hedonisme yang digeneralisir. Kesenangan atau kenikmatan manusia dilihat sebagai seusuatu yang baik dalam dirinya, sedangkan penderitaan dan sakit adalah buruk dalam dirinya. Aliran ini menyatakan bahwa tindakan yg baik adalah tindakan yg sebesar-besarnya bagi manusia yang sebanyak-banyaknya. Dengan kata lain segala sesuatu yang berguna selalu dianggap baik.
Deontologisme (Yunani: deon+logos= ilmu tentang kewajiban moral) Adalah etika kewajiban yang didasarkan pada intuisi manusia tentang prinsip-prinsip moral. Sikap dan intensi pelaku lebih diutamakan daripada apa yang dilakukan secara konsekuensi perbuatan itu. Deontologisme Etis: berpendirian bahwa sesuatu tindakan dianggap baik tanpa disangkutkan dengan nilai kebaikan suatu hal. Yang menjadi dasar moralitas adalah kewajiban.

Etika situasi: kebenaran suatu tindakan ditemukan dalam situasi konkret individual atau bagaimana situasi itu mempengaruhi kesadaran individual.


(sumber: PPT etika dan moral, Google)

Thursday, September 25, 2014

Pertemuan V

Kesehatan Pemikiran (Fallacia)
Haii kembali lagi nih bersama saya Mirza. Kita masih membahas tentang salah satu materi blok filsafat yaitu Fallacia. Fallacia adalah kesalahan pemikiran dalam logika, bukan kesalahan fakta, tapi kesalahan atas kesimpulan karena penalaran yang tidak sehat. Kesalahan fakta: Presiden AS Barack Obama lahir di Indonesia. Ahmad lahir dengan bintang gemini, maka hidupnya penuh dengan persoalan. Kesalahan penalaran dibagi menjadi beberapa kesalahan yaitu Kesesatan formal: pelanggaran terhadap kaidah logika, misal Semua penodong berwajah seram. Semua pengamen berwajah seram. Jadi semua pengamen adalah penodong. Apa yang dilanggar? dan Kesesatan informal: menyangkut kesesatan dalam bahasa. Misal, kesesatan diksi. Contoh
Ø  Penempatan kata depan yg keliru: Antara hewan dan manusia memiliki perbedaan.
Ø  Mengacau posisi subjek atau predikat: Karena tidak mengerjakan PR, guru menghukum anak itu.
Ø  Ungkapan yang keliru: Pencuri kawakan itu berhasil diringkus polisi minggu yang lalu.
Ø  Amfiboli: sesat karena struktur kalimat bercabang. Misal, Anto Anak Bu Lasma yang hilang ingatan lari dari rumah.
Ø  Kesesatan aksen/prosodi sesat karena penekanan yang salah dalam pembicaraan. Misal Ada aturan ‘Anda tidak boleh ganggu anak tetangga’. Nah Pak Budi bukan tetangga anda. Maka anda boleh mengganggu anaknya.
Ø  Kesesatan bentuk pembicaraan: sesat karena orang menyimpulkan kesamaan konstruksi juga berlaku bagi yang lain. Misalnya, Berpakaian artinya memakai pakaian. Bersepeda artinya memakai sepeda. Maka, beristeri artinya memakai isteri.
Ø  Kesesatan aksiden: yang aksidental dikacaukan dengan hal yang hakiki. Misalnya Sawo matang adalah warna. Orang Indonesia itu sawo matang. Maka, Orang Indonesia itu adalah warna.
Ø  Kesesatan karena alasan yang salah: Konklusi ditarik dari premis yang tak relevan.

Kesesatan Presumsi
Ø  Generalisasi tergesa-gesa: Orang Padang pandai memasak.
Ø  Non sequitur (belum tentu): Memang saya tidak lulus karena beberapa hari yang lalu saya berdebat dengan dosen tsb.
Ø  Analogi palsu: Membuat isteri bahagia seperti membuat hewan piaraan bahagia dengan membelai kepalanya dan memberi banyak makan.
Ø  Penalaran melingkar (petitio principii): Manusia merdeka karena ia bertanggungjawab dan ia bertanggungjawab karena ia merdeka.
Ø  Deduksi cacat: Barang siapa sering memberi sumbangan, maka dia pasti orang baik. Andi pasti orang baik.
Ø  Pikiran simplistis: Karena ia tidak beragama, maka ia pasti tidak bermoral.

Menghindari Persoalan
Ø  Argumentum ad hominem: Jangan percaya omongannya karena ia bekas narapidana.
Ø  Argumentum ad populum: Anda lihat banyak ketidakadilan dan korupsi, maka Partai Nasdem adalah partai masa depan kita.
Ø  Argumentum ad misericordiam: Seorang terdakwa meminta keringanan hukuman karena mengaku punya banyak tanggungan.
Ø  Argumentum ad baculum: Karena beda pendapat, suka meneror orang lain.
Ø  Argumentum ad auctoritatem: Mengutip pendapat Freud mengenai psikoanalisa.
Ø  Argumentum ad ignorantiam: Bila tidak bisa dibuktikan bahwa Tuhan itu ada, maka Tuhan tidak ada.
Ø  Argumen untuk keuntungan seseorang: Seorang pengusaha berjanji mau membiayai kuliah, bila mahasiswi mau dijadikan isteri.
Ø  Non causa pro causa: Orang sakit perut setelah menghapus sms berantai, maka dia menganggap itu sebagai penyebabnya.


Kesesatan Retoris
Ø  Eufemisme/disfemisme: Pembangkang yg dianggap benar disebut reformator. Bila tdk disenangai maka disebut anggota pemberontak.
Ø  Penjelasan retorik: Dia tidak lulus krn tidak teliti mengerjakan  soal.
Ø  Stereotipe: Orang Jawa penyabar. Orang Batak suka menyanyi.
Ø  Innuendo: Sy tdk mengatakan makanan tdk enak, tapi mau mengatakan lukisan itu bagus.
Ø  Loading question: Apakah Anda masih tetap merokok?
Ø  Weaseler: Tiga dari empat dokter menyarankan bahwa minum itu memperlancar pencernaan.
Ø  Downplay: Jangan anggap serius omongannya krn dia hanya buruh bangunan.
Ø  Lelucon/sindiran:
Ø  Hiperbola: membesarbesarkan.
Ø  Pengandaian bukti:studi menunjukkan.

Ø  Dilema semu: Tamu yg menolak kopi, langsung disuguhi sirup.


(sumber: Google, Fallacy oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor)

Pertemuan IV Sesi 4

Logika Deduktif-Induktif
Haii kali ini saya akan membahas salah satu materi hari jumat yang panjang yaitu Logika Deduktif-Induktif.

Logika Deduktif
Sebagaimana yang telah diungkapkan bahwa penalaran dibedakan menjadi dua, yaitu tidak langsung dan langsung. Penalaran tidak langsung mencakup penalaran deduktif dan induktif. Penalaran deduktif ini selalu diungkapkan dalam bentuk silogisme. Dengan kata lain silogismelah yang menjadi medium pengungkapkan penalaran deduktif.
Silogisme adalah suatu bentuk argumentasi yang bertitik tolak pada premis-premis dan dari premis-premis itu ditarik suatu kesimpulan. Dengan demikian, silogisme dapat dipahami sebagai suatu jenis penarikan kesimpulan yang didasarkan pada premis-premis yang sudah diketahui. Maksud dari premis-premis itu untuk memberikan bukti bahwa kesimpulan itu benar.
Premis-premis dari suatu argumentasi deduktif yang tepat berisi semua bukti yang dibutuhkan untuk membuktikan kebenaran suatu kesimpulan. Artinya, jika premis-premis benar, maka kesimpulan juga harus benar. Benar salahnya kesimpulan deduktif berdasarkan rujukan realitas, argumentasi-argumentasi deduktif yang memiliki kekhasan tersendiri. Argumentasi-argumentasi deduktif dinilai lebih berdasarkan atas sahih (valid) atau tidak sahih (invalid).
Apa yang dimaksud dengan kebenaran premis? Premis dianggap “benar” apabila sesuai dengan realitas. Sebaliknya premis dianggap “salah” apabila tidak sesuai dengan realita. Misalnya “Semua mahasiswa Psikologi Untar Pandai”. Pernyataan tersebut dianggap benar sebab sesuai dengan realitas. Misalnya”Semua mahasiswa Psikologi Untar perempuan membenci laki-laki”. Tentunya pernyataan tersebut dianggap salah sebab tidak semua mahasiswa perempuan membenci laki-laki.

Ciri-ciri Silogisme
Suatu argumentasi disebut silogisme apabila mengikuti ciri-ciri sebagai berikut:
Ø  Semua pernyataannya (proposisi) adalah proposisi kategoris.
Ø  Terdiri dari dua premis dan sebuah kesimpulan.
Ø  Dua premis dan satu kesimpulans ecara bersama-sama memuat tiga term (kata) yang berbeda dan masing-masing trem tampak di dalam dua dari tiga proposisi.

Logika Induktif
Logika induktif yaitu cara kerja ilmu pengetahuan yang bertolak dari sejumlah proposisi tunggal atau partikular tertentu untuk menarik kesimpulan umum tertentu. Atas dasar fakta dirumuskan kesimpulan umum. Kesimpulan itu generalisasi fakta yang memperlihatkan kesamaan. Namun kesimpulan umum harus dianggap sebagai bersifat sementara. Karena ciri dasar induktif selalu tidak lengkap.
Persamaan penalaran induktif dengan deduktif  yaitu argumentasi keduanya terdiri dari premis-premis yang mendukung kesimpulan. Perbedaan penalaran induksi yang tepat akan punya premis-premis benar tapi kesimpulan salah, karena argumentasi penalaran induktif tidak membuktikan kesimpulan benar. Premis hanya menetapkan kesimpulan berisi suatu kemungkinan. Maka argumentasi dalam penalaran induksi tidak dinilai sebagai sahih/valid atau tdk sahih/invalid, tapi berdasarkan probabilitas.



Cara Penalaran Induktif
Proses induksi mulai berdasar kejadian-kejadian, gejala partikular. Penal induksi yaitu proses penalaran berdasarkan pengertian partikular/premis untuk hasilkan pengertian umum/kesimpulan. Tiga ciri penalaran induktif:
Ø  Premis penal induktif proposisi empiris yang ditangkap indera
Ø  Kesimpulan dalam penalaran induksi lebih luas drpd apa yang dinyatakan dlm premis.
Ø   Meski kesimpulan tak mengikat, tapi manusia menerimanya. Jadi konklusi induksi punya kredibilitas rasional probabilitas.

Generalisasi Induktif
Artinya adalah Proses penalaran berdasarkan pengamatan atas gejala dengan sifat tertentu untuk menarik kesimpulan tentang semua. Prinsip generalisasi induktif adalah apa yang terjadi beberapa kali dalam kondisi tertentu dapat diharapkan akan selalu terjadi bila kondisi yang sama terpenuhi. Tiga syarat membuat generalisasi:
Ø  Tidak terbatas secara numerik, tidak boleh terikat pada jumlah tertentu
Ø  Tidak terbatas secara spasio temporal, harus berlaku dimana saja
Ø  Dapat dijadikan dasar pengandaian

Analogi Induktif
Analogi bicara tetang dua hal yang berbeda dan dibandingkan. Dua hal perlu diperhatikan yaitu persamaan dan perbedaan. Bila memperhatikan persamaan saja, maka timbul analogi. Maka analogi induktif  merupakan proses penalaran untuk menarik kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran gejala khusus yang lain yang punya sifat esensial yang sama. Kesimpulan analogi induktif tidak bersifat universal tapi khusus.  Contoh:
 Mangga 1: kuning, besar, matang, ternyata manis.
            Mangga 2: kuning, besar, matang, ternyata manis.
            Mangga 3: kuning, besar, matang, ternyata manis.
            Mangga 4: kuning, besar, dan matang Kesimpulan tentu manis juga.

Jadi analogi induktif menarik kesimpulan atas dasar persamaan. Beda dengan generalisasi induktif, dimana konklusinya berupa proposisi  universal. Penalaran induktif, konklusinya lebih luas daripada premis-premis.


(sumber: PPT Induksi-Deduksi, Google Images)

Pertemuan IV Sesi 3

Logika
Haii semua kali ini saya akan membahas tentang salah satu cabang filsafat yaitu Logika.
Apa itu logika? Logika berasal dari bahasa Yunani , yaitu logikos yang berarti sesuatu yang diungkapkan atau diutarakan lewat bahasa. Pertama sekali digunakan istilah itu oleh Zeno dari Citium (334 – 262 seb. M). Jadi Logika adalah cabang filsafat yang mempelajari, menyusun, dan membahas asas-asas atau aturan-aturan formal serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan untuk mencapai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
 Secara singkat dapat dikatakan logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus (tepat). Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan tentang pokok yang tertentu. Kumpulan ini merupakan suatu kesatuan yang sistematis serta memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Penjelasan seperti ini terjadi dengan menunjukkan sebab-musababnya.
Logika juga merupakan ilmu pengetahuan dalam arti ini. Lapangan ilmu pengetahuan ini ialah azas-azas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat dan sehat.  Agar dapat berpikir lurus, tepat dan teratur, logika menyelidiki, merumuskan seta menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati. Logika bukanlah teori belaka. Logika juga merupakan suatu keterampilan untuk menerapkan hukum-hukum pemikiran dalam praktek. Inilah sebabnya mengapa logika disebut filsafat yang praktis.



Sejarah Logika
Sebagai istilah logika pertama sekali digunakan oleh Zeno dengan aliran stoisismenya, tapi filsuf pertama yang menggunakan logika sebagai ilmu adalah Aristoteles. Kendati istilah yang digunakan adalah analitika, tapi dialah yang pertama sekali meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dr proposisi yg benar. Prinsip logika tradisional yang dikembangkan Aristoteles tetap menjadi prinsip2 logika modern. Logika tradisional membahas definisi, konsep dan menurut struktur, susunan dan nuansa, seluk beluk penalaran untuk mendapat kebenaran yang sesuai dengan kenyataan.



Logika Formal
Logika yang berbicara tentang kebenaran bentuk. Logika formal disebut juga logika minor. Sebuah argumen dikatakan mempunyai kebenaran bentuk, bila konklusinya kita tarik secara logis dari premis atau titik pangkalnya dengan mengabaikan isi yang terkandung dalam argumentasi tersebut.
Misalnya:
Semua pegawai negeri adalah penerima gaji.
Semua pegawai swasta adalah penerima gaji.
Jadi, pegawai negeri adalah pegawai swasta.
Contoh diatas memperlihatkan susunan penalaran yang tidak tepat dengan demikian penalaran tersebut tidak memiliki kebenaran bentuk.  Susunan penalaran yang tepat diketahui berdasarkan konklusinya yang ditarik secara logis dari premis atau titik pangkalnya.
Contoh lainnya:
            Semua manusia memiliki kaki.
            Semua raja adalah manusia.
            Jadi, semua raja memiliki kaki.
Susunan penalaran diatas adalah tepat sebab konklusinya diturunkan secara logis dari titik pangkalnya. Dengan demikian kalau penalaran yang tepat itu dikosongkan dari isinya dengan menghapus pengertian-pengertian di dalamnya dan menggantinya dengan tanda-tanda huruf terdapatlah pola penyusunan sebagai berikut:
Semua M adalah P.
Semua S adalah M.
Jadi, semua S adalah P.
Pola susunan penalaran itu disebut bentuk penalaran. Penalaran dengan bentuk yang tepat disebut penalaran yang tepat atau sahih (valid).  Semua penalaran, apa pun isi atau maknanya, asal bentuknya tepat, dapat dipastikan bahwa penalaran itu sahih. Jadi tanda-tanda M, P, dan S dapat diganti degan pengertian apa saja, asal susunan premis (yang dijadikan dasar penyimpulan) tepat dan konklusi sungguh-sungguh ditarik secara logis dari premis maka penalaran itu tepat atau sahih.
Misalnya:
            Malaikat itu benda fisik.
            Batu itu malaikat.
            Maka, batu itu benda fisik.
Kalau kita sesuaikan dengan kenyataan, jelaslah bahwa isi dari tiga pernyataan yang membentuk argumen di atas adalah salah (tidak sesuai fakta).  Namun argumen tersebut benar berdasarkan logika formal dari segi bentuknya, karena kesimpulan sungguh ditarik dari premis atau titik pangkal yang menjadi dasar penyimpulan tersebut.  Bahwa isi dari kesimpulan tersebut salah tidaklah disebabkan karena proses penarikan kesimpulan yang tidak tepat, melainkan isi dari premis-premisnya sudah salah.

Logika Material atau Isi
Logika yang membahas tentang kebenaran isi. Logika material disebut logika mayor. Sebuah argumen dikatakan mempunyai kebenaran isi apabila pernyataan-pernyataan yang membentuk argumen tersebut sesuai dengan kenyataan.
Contohnya:
Ø  Semua manusia memiliki kaki.
Ø  Budi memiliki kaki
Ø  Jadi, budi adalah manusia.
Kalau kita sesuaikan dengan kenyataan, jelaslah bahwa isi dari tiga pertanyaan yang membentuk argumen di atas adalah benar (sesuai dengan kenyataan) dengan demikian argumen tersebut memiliki kebenaran isi.

Namun, kalau kita teliti lebih lanjut, argumen tersebut sesungguhnya secara formal (menurut bentuknya) tidaklah sahih (valid).  Karena konklusi yang ditarik tidak diturunkan dari pernyataan-pertanyaan yang menjadi titik pangkal pemikiran.  Memang benar bahwa “Kucing adalah binatang” tetapi pernyataan (kesimpulan) itu tidak dapat ditarik dari fakta bahwa “Semua binatang adalah makhluk hidup” dan bahwa “Kucing adalah makhluk hidup”.

(sumber: PPT Logika, Google Images)

Wednesday, September 24, 2014

Pertemuan IV Sesi 2


KONFIRMASI, INFERENSI & KONSTRUKSI TEORI
Haii semua kali ini saya membahas materi yang agak banyak ini yaitu Konfirmasi, Inferensi dan Konstruksi Teori.

Konfirmasi
Arti etimologinya Confirmation (Inggris): penegasan, memperkuat. Berhubungan dengan filsafat ilmu, maka fungsi ilmu pengetahuan adalah menjelaskan, menegaskan, memperkuat apa yang didapat dari kenyataan/fakta. Sifatnya lebih interpretatif dan memberi makna tentang sesuatu. Ada 2 aspek konfirmasi yaitu kuantitatif dan kualitatif.

Konfirmasi Kuantitatif
Untuk memastikan kebenaran, ilmu pengetahuan mengemukakan konfirmasi aspek kuantitatif. Misalnya membuat penelitian dengan mengumpulkan sebanyak mungkin sampel, yang akhirnya membuat suatu kesimpulan yang bersifat umum (generalisasi).

Konfirmasi Kualitatif
Ada kalanya  ilmu pengetahuan membutuhkan konfirmasi kualitatif untuk menunjukkan kebenaran. Mungkin karena konfirmasi kuantitatif tidak bisa dilaksanakan, maka harus menjalankan konfirmasi kualitatif. Misalnya, dalam penelitian yang menjalankan model wawancara mendalam (depth interview).
3 Jenis Konfirmasi
Ø  decision theory    : kepastian berdasarkan keputusan ‘apakah hubungan antara hipotesis dengan fakta punya manfaat aktual’?
Ø  estimation theory: menetapkan kepastian dg memberi peluang benar-salah melalui konsep probabilitas. Misalnya, statistik.
Ø  reliability theory   : menetapkan kepastian dg mencermati stabilitas fakta/evidensi yg berubah2 terhadap hipotesis.

Inferensi
Kata inferensi artinya penyimpulan.  Penyimpulan diartikan sebagai proses membuat kesimpulan (conclusion).  Dengan demikian, inferensi dapat didefinisikan sebagai suatu proses penarikan konklusi dari satu atau lebih proposisi (keputusan). Inferensi (penyimpulan) bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki bergerak ke pengetahuan baru. Penyimpulan bisa berupa “mengakui” atau “memungkiri” suatu kesatuan antara dua pernyataan.

Jenis Inferensi
Di dalam logika, proses penarikan konklusi dapat dilakukan melalui dua cara. Yakni, cara deduktif dan induktif. Mengingat dua cara tersebut kemudian dikenal istilah inferensi deduktif dan inferensi induktif. Inferensi deduktif terbagi ke dalam dua jenis. Yakni, Inferensi Langsung dan Inferensi Tidak Langsung. Inferensi Tidak Langsung disebut juga sebagai Inferensi Silogistik.

Hukum Inferensi
·        Kalau premis-premis benar, maka kesimpulan benar.
·        Kalau premis-premis salah, maka kesimpulan dapat salah, dapat kebetulan benar.
·        Bila kesimpulan salah, maka premis-premis juga salah.
·        Bila kesimpulan benar, maka premis-premisnya dapat benar, tetapi dapat juga salah.

Konstruksi Teori
Defenisinya teori merupakan model/kerangka pikiran yang menjelaskan fenomen alami/sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dievaluasi menurut metode alamiah. Defenisi lain menurut KBBI teori merupakan pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan tentang suatu peristiwa. Miarso teori merupakan‘jendela’ untuk mengamati gejala yang ada, dan berdasar data empiris berhasil  dianalisis dan disintesekan.
Bagaimana Teori Berkembang?
Pengelompokan perkembangan ilmu pengetahuan dalam 3 periode:
·        Animisme: fase percaya pd mitos.
·         Ilmu empiris: tolok ukur ilmu paling sederhana adalah (a) pengalaman. (b) klasifikasi: prosedur paling dasar utk mengubah data. (c) penemuan hubungan-hubungan, (d) perkiraan kabenaran.
·        Ilmu teoretis: gejala yg ditemukan dlm ilmu empiris diterangkan dg kerangka pemikiran.
Konstruksi Teori Dibangun dengan abstraksi generalisasi, deduksi probabilistic, dan deduksi apriori (spekulatif).


3 Model Konstruksi Teori
Model korespondensi kebenaran sesuatu dibuktikan dengan menemukan relevansinya dengan yang lain.
Model koherensi sesuatu dipandang benar bila sesuai dengan moral tertentu. Mementingkan kesesuaian antara kebenaran obyektif –rasional universal dan kebenaran moral/ nilai. Model ini digunakan dalam pendekatan fenomenologis.
Model paradigmatis Konsep kebenaran ditata menurut pola  hubungan yang beragam, menyederhanakan yang kompleks.

Aliran Konstruksi Teori
Reduksionisme yaitu teori itu suatu pernyataan yg abstrak, tidak dapat diamati secara empiris, dan tidak dapat diuji langsung. Instrumentalisme yaitu teori adalah instrumen bagi pernyataan observasi agar terarah dan terkonstruksi. Realisme yaitu teori dianggap benar bila real, secara substantif ada,  bukan fiktif.

(sumber: PPT Konfirnasi,Inferensi & Konstruksi Teori)

Pertemuan IV Sesi 1

Subyektivisme dan Obyektivisme
Hallo semua kembali lagi saya akan memposting materi blok filsafat yaitu subyektivisme dan obyektivisme.

Subyektivisme
Pertama-tama saya akan membahas tentang subyetivisme terlebih dahulu. Pengetahuan dipahami sbg keyakinan yang dianut oleh individu. Dari pangkal pandangan individu, pengetahuan dipahami sebagai seperangkat keyakinan khusus yang dianut oleh para individu. Pendukung pandangan ini adalah:
- Aristoteles, Plato, Rene Descartes
- Kaum Solipsisme (solo ipse)
- Kaum Realisme Epistemologis
- Kaum Idealisme Epistemologis

Ciri-ciri pendekatan subyektivisme
Ø  Menggagas pengetahuan sbg suatu keadaan mental yang khusus (semacam kepercayaan yang istimewa),misalnya sejarah, kepercayaan2 yg lain, dst.
Ø  Pengalaman subyektif (kokoh terjamin) sbg titik tolak pengetahuan dari data inderawi (intuisi) diri sendiri.
Ø  Prinsip subyektif tentang alasan cukup, karena pengalamanan bersifat personal, benar secara pasti dan meyakinkan karena berlaku sebagai pengetahuan langsung dari diri subyek.

Tokoh Subyektivisme
Tokoh yang mendukung subyektivisme adalah Rene Decartes. Cogito ergo sum cogitans: saya berpikir maka saya adalah pengada yang berpikir. Ketika Descartes berbicara mengenai “berpikir”, ia tidak bermaksud secara eksklusif pada penalaran saja, tetapi melihat, mendengar, merasa, senang atau sakit, kehendak (seluruh kegiatan sadar) masuk dalam kegiatan “berpikir”.

Realisme Epistemologis: berpendapat bahwa kesadaran menghubungkan saya dengan “apa yg lain” dari diri saya. Idealisme Epistemologis: berpendapat bahwa setiap tindakan mengetahui berakhir di dalam suatu ide, yang merupakan suatu peristiwa subyektif murni.
Banyak filsuf sesudah Descartes mengandaikan bahwa satu-satunya hal yang dapat kita ketahui dengan pasti adalah diri kita sendiri dan kegiatan sadar kita. Pengetahuan tentang diri sendiri merupakan pengetahuan langsung.

Descartes menolak skeptisme yang membawanya justru ke arah subyektivisme. Sikap dasar skeptisisme adalah kita tidak pernah tahu tentang apa pun. Menurut penganut skeptisisme mustahil manusia mencapai pengetahuan tentang sesuatu, atau paling kurang manusia tidak pernah merasa yakin apakah dirinya dapat mencapai pengetahuan tertentu. Skeptisisme meragu-ragukan kemungkinan bahwa manusia bisa mengetahui sesuatu karena tidak ada bukti yang cukup bahwa manusia  benar2 tahu tentang sesuatu.
Menurut Descartes bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa dapat saja secara langsung memunculkan data-data indra  dalam kesadaran kita tanpa harus ada “dunia luar” yang mendasarinya. Indera dapat memberikan pengetahuan tentang dunia fisik yang dapat dipercayai. Kebenaran bukan karena indera sendiri dapat diandalkan, tetapi hanya berdasarkan keyakinan Tuhan yang menciptakan indera pada manusia yang tidak mungkin menipu.

Apabila paham subyektivisme hanya mau dikatakan ttg pentingnya peran subyek atau sisi subyektivitas pengetahuan, maka paham ini masih dapat diterima. Apabila mengklaim bahwa sesungguhnya ada dan dapat diketahui dengan pasti itu hanyalah subyek dan gagasannya, sedangkan semuanya yang lain baik adanya maupun dapat diketahui perlu diragukan, maka paham subyektivisme tersebut tidak dapat diterima. Demikian juga paham bahwa semua jenis pengatahuan itu selalu bersifat subyektif atau tidak memiliki kebenaran obyektif, paham semacam itu dalam epistemogi pastas di tolak.



Obyektivisme
Suatu pandangan yang menekankan bahwa butir-butir pengetahuan manusia  dari soal yang sederhana sampai teori yang kompleks  mempunyai sifat dan ciri yang melampaui (di luar) keyakinan dan kesadaran individu (pengamat). Pengetahuan diperlakukan sebagai sesuatu yang berada diluar ketimbang di dalam pikiran manusia. Pendukung pandangan ini adalah Popper, Latatos dan Marx
Obyektivisme merupakan pandangan bahwa obyek yang kita persepsikan melalui perantara indera kita itu ada dan bebas dari kesadaran manusia. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya. Objektivisme diartikan sebagai pandangan yang menganggap bahwa segala sesuatu yang dipahami adalah tidak tergantung pada orang yang memahami.
Ada 3 pandangan dasar Objektivisme:
Ø  Kebenaran itu independen terlepas dari pandang subjektif,
Ø  Kebenaran itu datang dari bukti faktual,
Ø  Kebenaran hanya bisa didasari dari pengalaman inderawi.
Pandangan ini sangat dekat dengan positivisme dan empirisme.
Pengetahuan dalam pengertian Objektivis:
Ø  sepenuhnya independen dari klaim seseorang untuk mengetahuinya
Ø  Pengetahuan itu terlepas dari keyakinan seseorang atau kecenderungan untuk menyetujuinya atau memakainya untuk bertindak
Ø  Pengetahuan dalam pengertian obyektivis adalah “pengetahuan tanpa orang ia adalah pengetahuan tanpa diketahui subjek.” (Karl R. Popper)


Obyek-obyek memiliki kualitas-kualitas yang sama seperti yang disajikan kepada persepsi, sehingga tindakan persepsi tidak mengubah sedikit pun obyek.  Para filsuf Skolastik mengangap perlu untuk memperbaiki beberapa keyakinan harian kita, yaitu: meletakkan “kesalahan” pada indera, karena indera tidak pernah salah.
Untuk mempercayai kebenaran kesaksian inderawi, beberapa syarat harus dipenuhi:
Ø  Obyek harus sesuai dengan jenis indera kita. Warna-warna infra merah tidak cocok bagi indera kita.
Ø  Organ indera harus normal dan sehat. Misalnya buta, tuli, atau buta warna. Tidak dapat melakukan penginderaan secara obyektif.
Ø  Karena obyek ditangkap melalui medium, maka medium itu harus ada. Misalnya, warna akan ditangkat idera dengan tepat apabila di bawah sinar matahari dari pada di bawah sinar merah yang digunakan untuk mencetak foto.
Perlu mengingat pembedaan antara obyek khusus dan obyek umum.
Ø  Obyek khusus merupakan data yang ditangkap hanya oleh satu indera. Misalnya, warna, suara, bau.
Ø  Obyek umum merupakan data yang dapat ditangkap oleh lebih dari satu indera. Misalnya keluasan dan gerakan yang dapat dilhat dan diraba atau oleh indera lainnya.

                        

(sumber: Google, PPT Subyektivisme dan Obyektivisme)